-->

Panggone ngopi, ngeteh, nyoklat, lan nyusu. Nongkrong asik isi dompet tak terusik.

Friday, 27 January 2017

Sekolah Masa Depan Yang Dikelola Dengan Metode Satu Abad Silam


Di Silicon Valley, jantung teknologi digital Amerika Serikat, anak-anak para karyawan dan petinggi berbagai perusahaan raksasa teknologi digital, seperti Google, Yahoo, Apple, dan Hewlett-Packard sama sekali tidak mengenal komputer, apalagi smartphone. Anak-anak itu mereka sekolahkan di Waldorf School of Peninsula, sekolah mahal dengan metode pengajaran yang terlambat satu abad dibandingkan perkembangan teknologi digital hari ini.
Ada sekitar 160 sekolah Waldorf di AS dan semuanya dijalankan dengan metode yang sama. Tidak ada komputer di sekolah, tidak ada iPad, tablet, maupun telepon genggam. Sekolah itu menggunakan peralatan apa saja kecuali perangkat-perangkat teknologi tinggi. Para siswa belajar dengan pena, kertas, jarum rajut, pisau, dan juga lumpur untuk mengotori baju dan tubuh mereka.
Guru-guru di sekolah itu lebih senang mendorong para siswa berkegiatan seni, seperti menggambar dan melukis, bukan mengunduh informasi dengan komputer atau tablet. Ketika mereka belajar mitologi Skandinavia, misalnya, para siswa diminta menggambar sendiri ilustrasi untuk cerita yang mereka tulis. Bersamaan dengan istirahat makan siang, mereka belajar pembagian dengan pisau yang mereka gunakan untuk membelah kue atau apel. Pada kesempatan lain mereka belajar menemukan pemecahan soal-soal matematika melalui kegiatan merajut, atau belajar bahasa sambil bermain lempar tangkap. Guru membacakan bait puisi, para siswa berdiri melingkar dan menirukan bait yang dibacakan oleh guru. Anak yang menjadi sasaran lemparan kantung berisi kacang merah harus menangkapnya.
“Dua anak saya bersekolah di sana dan mereka bahkan tidak tahu cara menggunakan mesin pencari,” kata Alan Eagle.
Alan adalah pejabat bagian komunikasi di Google. Ia menggunakan iPad dan smartphone, dan melakukan presentasi dengan layar, tetapi kedua anaknya buta sama sekali dengan perangkat-perangkat itu. Pihak sekolah bahkan mengingatkan para orang tua untuk menjauhkan anak-anak dari semua jenis perangkat teknologi tinggi, termasuk televisi.
“Kami menerapkan metode pembelajaran yang sudah teruji sepanjang waktu,” kata seorang guru di Waldorf. “Dan itu tidak membutuhkan komputer atau tablet atau perangkat teknologi tinggi. Orang tua mereka, dan para inovator yang kita kenal, juga tidak bersentuhan dengan komputer ketika kanak-kanak.”
Amico, guru tersebut, menyampaikan bahwa mereka lebih mempercayai pendekatan kreatif dalam pendidikan ketimbang memperlihatkan gambar-gambar pada layar. Televisi, komputer, tablet, smartphone, dan berbagai perangkat teknologi tinggi membuat anak-akan membeku dan soliter. Permainan membuat anak-anak bergerak dan berimajinasi.
Apa yang baru saya sampaikan itu sebenarnya adalah kabar lawas. Di situsweb New York Times, berita ini sudah ditulis pada 23 Oktober 2011. Media besar Inggris, The Guardian, mengangkat lagi isu tentang Waldorf pada 2 Desember 2015, dengan menambahkan informasi tentang London Acorn, sekolah di Inggris yang memiliki kebijakan serupa dengan Waldorf.
Di Morden, London, sekolah tersebut melarang penggunaan smartphone dan komputer bagi para siswa di bawah usia 12 tahun. Mereka juga dilarang menonton televisi bahkan pada hari libur. Izin untuk menonton televisi baru keluar setelah mereka melewati usia dua belas, dan itu pun terbatas pada film dokumenter yang disetujui orang tua. Untuk bisa menonton film, mereka harus menunggu satu hari setelah ulang tahun ke-14. Berselancar di internet? Tunggu dua tahun lagi saat usia mereka 16. Peraturan kejam itu berlaku baik di sekolah maupun di rumah.
Begitulah sekolah mereka. Sekolah masa depan yang dikelola dengan metode satu abad silam. Dan orang tua harus membayar mahal untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah kuno semacam itu.
sumber: 

Previous
Next Post »

Post a Comment